This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 01 Januari 2016

NILAI

LEVEL 4

Perangkat Pembelajaran

Silabus, RPP

Perangkat Pembelajaran

Terpasung

TERPASUNG

            Karya : Indah Kurniawati, S.S
Bola mata Sumi bergerak-gerak. Perlahan matanya mulai terbuka. Pandangannya menerawang ke langit-langit kamar. Sayup-sayup didengarnya suara keramaian di belakang rumah. Ia masih ingat, hari ini adalah hari pernikahannya. Dan Ia juga ingat betul dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Tiba-tiba air mata meleleh di kedua pipi Sumi. Semula Ia berharap semua ini adalah mimpi di siang bolong, tapi Ia harus menerima bahwa ini adalah kenyataan hidup, alias takdir. Dan ia harus kuat dan tawakal menjalaninya.
            Kejadian itu terjadi begitu cepat. Barman, laki-laki sekaligus calon suaminya itu kini menjadi tidak waras alias edan. Entah apa yang sempat terjadi pada diri Barman. Tidak ada seorangpun yang tahu. Pagi-pagi buta tadi lik Parmin, pakliknya Barman mengabarkan berita yang mengagetkan tentang keadaan calon suaminya itu. Sumi benar-benar shock mendengar berita itu. Seketika itu juga Sumi sudah tidak ingat apa-apa lagi Dunia tiba-tiba berubah menjadi gelap dan kepalanya menjadi sakit sekali seperti dihantam benda keras. Sumi limbung tak sadarkan diri. Ia pingsan.
Jelas saja berita ini bagaikan petir di siang bolong. Bagaimana tidak, lha wong hari ini adalah hari pernikahan mereka berdua. Bahkan dirumah Sumi sudah dipasangi tenda biru. Para tetanggapun sudah berdatangan untuk membantu memasak. Namun berita edannya Barman benar-benar mengagetkan semua orang. Padahal tadi malam Barman masih terlihat segar bugar ketika sowan pada Bapaknya. Tidak ada hal aneh yang terjadi pada dirinya.
            Dalam kamar itu  Sumi melihat simbok, Yah teman dekatnya, dan mbah Setru tukang pijat didesanya. Dirasakannya kekuatan otot-otot tangan mbah setru mengendorkan urat-urat syaraf di kakinya yang masih tegang. Diperhatikannya wajah simbok yang tampak nanar dan sembab habis menangis. Ia tahu, saat ini baik simbok, Yah, dan para tetangga pasti mengasihani nasibnya. Terlebih simbok, dia orang yang paling dekat dengannya. Simbok pasti bisa merasakan apa yang Ia rasakan. Pandangannya kemudian berbalik ke Yah. Yah, teman dekatnya sejak kecil. Ia yang paling tahu semua hal yang menyangkut dirinya dan Barman, calon suaminya. Wajah Yah begitu sayu, Yah pasti juga sedih melihat dirinya. Ingin rasanya Sumi bertanya tentang keadaan Barman pada Yah saat ini. Yah pasti tahu informasi lebih banyak tentang keadaan calon suaminya itu. Selama ini dialah yang sering membantu Sumi. Namun entah mengapa Sumi merasa bibirnya terkatup rapat seakan sulit untuk digerakkan.  Bahkan saat ini sepertinya simbok dan Yah berkata sesuatu kepadanya, namun Sumi hanya bisa melihat gerakan bibir Simbok dan Yah tanpa bisa mendengarnya. Yang terjadi justru Sumi merasakan matanya begitu berat. Dan tak lama kemudian Sumi tertidur.
**
            Masih menjadi berita hangat dikalangan warga desa Talok tentang peristiwa yang menimpa Barman, anak laki-laki pak Sastro. Meskipun saat ini sudah menginjak bulan ketiga sejak peristiwa itu terjadi. Tidak ada yang tahu, sampai saat ini, Sumi gadis desa yang hampir saja menjadi istri Barman itu  masih menyimpan duka yang teramat dalam. Diam-diam gadis itu masih mencintai Barman. Ia masih berharap Barman akan segera sembuh dan menikahinya. Ia tidak peduli dengan omongan orang tentang keadaan Barman saat ini. Setiap hari Sumi rajin mengunjungi laki-laki tidak waras itu.
            Disebuah kamar yang pengap, gelap, berukuran 2 x 3 meter dan tanpa ventilasi sedikitpun, disitulah Barman kini berada. Kedua kakinya dirantai. Sesekali Ia terlihat berbicara tidak jelas. Bahkan menangis dan tertawa sendiri. Di ruangan sempit itulah kini Barman melalui hari-harinya. Hal ini dilakukan oleh orangtua Barman demi kebaikan Barman sendiri. Menurut kepercayaan orang-orang terdahulu didesanya, ini adalah cara paling cepat untuk menyembuhkan Barman, dengan jalan memasungnya. Entahlah, baik Sumi ataupun orang-orang desa tidak tahu apakah itu benar. Masyarakat didesanya hanya melakukan apa yang telah menjadi kebiasaan nenek moyang mereka terdahulu.
            Sumi memandangi kekasihnya itu dari luar. Barman seakan tahu kehadiran dirinya. Ia meraung-raung minta dilepaskan rantainya. Sesaat kemudian Barman tertawa cekikikan. Sumi trenyuh melihatnya. Ia benar-benar tidak percaya meskipun sudah melihat berkali-kali. Sebuah air mata mulai menggantung dikelopak mata Sumi. Cepat-cepat dihapusnya. Ia tidak ingin Pak Sastro, ayah Barman tahu. Laki-laki tua itu tidak boleh melihat kesedihannya. Semua itu hanya akan membuka luka lama pada diri Pak Sastro.
Selama ini hanya Sumi dan Pak Sastrolah yang sering mengunjungi Barman. Bu Sastro sendiri sejak peristiwa mengagetkan itu jatuh sakit dan menjadi lumpuh. Sumi sendiri tidak pernah bercerita pada simboknya. Simbok selalu menasehatinya agar tidak mendatangi tempat itu. Namun Ia tidak kuasa menahan keinginan untuk selalu pergi. Seperti ada kekuatan lain pada dirinya yang begitu kuat mendorong. Dan anehnya setiap kali matanya beradu dengan Barman, Sumi seperti merasakan sesuatu pada diri Barman. Sesuatu itu terpancar dari mata Barman. Sumi tahu ada suatu hal yang ingin disampaikan Barman pada dirinya. Tapi sepertinya Barman terlalu sulit mengungkapkannya, karena dunia mereka kini sudah berbeda. Sumi hanya menceritakan kejadian ini pada Yah, teman dekatnya.
“Mungkin kang Barman ingin mengatakan sesuatu sama kamu, Sum!”ucap Yah ketika Sumi bercerita tentang kejadian aneh itu.
“Tapi sesuatu itu apa? Aku jadi bingung dan penasaran”
Yah hanya menggeleng pelan mendengar pertanyaan Sumi. Kening Yah berkerut. Sepertinya ia memikirkan sesuatu.
“Tapi aku yakin, ada sesuatu hal yang penting yang ingin disampaikan kang Barman padaku!” ucap Sumi mantap.
“Mungkin…”Yah hanya mengangguk pelan seraya tersenyum.
**
            Entah darimana asal berita itu. Bagaikan wabah penyakit, berita itu dengan cepat menyebar keseluruh telinga warga desa Talok. Dan Sumi, justru orang terakhir yang mengetahuinya itupun tanpa sengaja ketika Ia berangkat ke pasar pagi tadi dan melewati ibu-ibu yang sedang bergunjing di warung.
            Sebuah berita yang terdengar sensasional. Yaitu berita tentang pernikahannya dengan Lik Parmin minggu depan. Darimana sumber berita itu? Kenapa ada orang yang tega berbuat seperti itu pada dirinya? Apakah simbok dan Bapak juga sudah tahu? Tapi, yang membuat Sumi tidak habis pikir, kenapa Simbok dan Bapak tidak pernah membicarakan hal ini?Bukankah selama ini baik simbok maupun Bapak selalu bersikap terbuka pada anak-anaknya?Berbagai pertanyaan yang muncul dikepala Sumi membuat hatinya berkecamuk.
**
            Sumi masih tertunduk diam menunggu Bapaknya bicara. Suasana malam itu begitu lengang. Sesekali terdengar suara jengkrik dari luar. Lampu teplok yang menerangi ruangan kecil itu seakan ikut menjadi saksi pembicaraan mereka.  Simbok yang duduk tak jauh darinya sesekali terdengar mendesah pelan. Baik simbok dan dirinya saat ini hanya bisa menunggu sampai Bapaknya berbicara. Suara batuk-batuk kecil sesekali terdengar dari mulut Bapaknya yang merokok. Bau rokok yang menyeruak di ruangan itu semakin menambah pengap. Sesaat dilihatnya Bapaknya yang berdiri. Terlihat sekali kegelisahan di wajah laki-laki tua itu. Gurat-gurat ketuaan mulai tampak pada kulitnya yang berwarna hitam terkena sengatan matahari. Laki-laki tua itu sudah bertahun-tahun bergelut dengan kerasnya hidup. Semua Ia lakukan hanya untuk mencukupi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Sebagai anak pertama di keluarga ini, Sumi merasa belum bisa memberikan apa-apa sebagai tanda bakti. Namun, rencana pernikahannya dengan Lik Parmin sungguh sangat diluar dugaan. Lik Parmin, seorang juragan buah sekaligus orang terkaya didesanya. Ia memiliki istri banyak. Ia juga dikenal sebagai seorang renternir. Entah apa yang membuat bapaknya menyetujui rencana tersebut. Sumi tahu, pasti ada hal mendesak yang membuat bapaknya berbuat seperti itu. Ia yakin, bapaknya tidak akan setega itu terhadap dirinya, terlebih setelah peristiwa buruk menimpanya. Tapi apapun keputusan bapaknya, Sumi akan menerima. Mungkin ini sudah menjadi garis hidupnya. Meskipun dalam hati Sumi berharap ini tidak akan pernah terjadi.
Laki-laki tua itu mematikan rokoknya kemudian duduk. Ia mendehem sebentar seraya mengumpulkan kekuatan untuk mulai berbicara. Hal itu sempat membuat Sumi dan Simboknya kaget.
Nduk…,tentunya kamu sudah tahu maksud Bapak mengajakmu berbicara saat ini…”
Sumi terdiam, memasang telinganya lebar-lebar. Laki-laki itu terlihat mengambil nafas sebentar.
“Bapak dan simbok bermaksud…menikahkan kamu sama Parmin…,minggu depan…!”
Sumi menelan ludah. Ia masih tertunduk diam.
Bapaknya mendesah pelan. Simbok mengelus pundak Sumi.
“Bapak minta maaf…..,bapak yang salah, punya hutang banyak pada Parmin. Kamu tentu masih ingat, persiapan pernikahanmu dengan Barman waktu itu memerlukan banyak uang, dan Bapak meminjamnya dari Parmin. Bapak tidak menyalahkanmu meskipun kamu tidak jadi menikah, hanya saja hutang itu harus tetap dibayar….sedangkan sudah lama panen kita tidak memuaskan…”
Sumi masih diam, mendengarkan. Hanya sesekali Ia terlihat membetulkan tempat duduknya.
“Bapak tidak ingin mengorbankan kamu hanya untuk membayar hutang. Hanya saja Parmin berniat ingin menikahimu.. Bapak masih bisa menjual sawah kita kalau kamu tidak mau menikah dengan Parmin!”
Bapak mengakhiri pembicaraannya sembari meneguk  kopi. Sumi bingung, hatinya berkecamuk. Simbok mengelus-elus rambut Sumi.  Setelah mengumpulkan kekuatan pada dirinya Sumi mulai angkat bicara.
“Sumi tidak menyalahkan Bapak dan Simbok. Bapak tidak usah merasa mengorbankan Sumi. Sumi bisa mengerti apa yang Bapak dan Simbok hadapi saat ini. Kalau ini memang sudah menjadi keputusan Bapak dan Simbok, InyaAllah Sumi ikhlas menerimanya. Kalau lik Parmin memang jodoh yang diberikan gusti Allah pada Sumi, Sumi tidak bisa menolaknya. Bapak dan Simbok tidak usah khawatir, InsyaAllah Sumi siap menikah dengan lik Parmin”.
Entah darimana datangnya keberanian itu, namun yang ada dalam hati Sumi saat ini hanyalah ingin membahagiakan kedua orangtuanya. Meskipun Ia tahu baik Bapak atau Simbok juga tidak ingin Sumi menikahi Parmin, laki-laki tua banyak istri itu. Tapi paling tidak hanya dengan cara inilah Ia bisa menyelamatkan keluarganya. Kalau sawah itu dijual, itu sama saja menghilangkan satu-satunya mata pencaharian Bapaknya. Sumi tidak ingin itu terjadi.
            Malam ini usai sembahyang Isya’ Sumi merebahkan diri di tempat tidur. Matanya menerawang jauh menembus langit-langit kamar. Besok adalah babak baru dalam kehidupan Sumi karena Lik Parmin akan datang untuk melamarnya. Setitik air menetes di pipi Sumi, “ kang Barman……maafkan aku………”.
**
            Masih lekat dalam ingatan Yah tentang bayang-bayang masa lalu Sumi. Entah kenapa sudah beberapa hari terakhir ini Ia seakan diingatkan kembali dengan bayang-bayang yang sudah lama Ia kubur dan tidak ingin diingatnya lagi. Terlalu pahit. Dan Ia selalu merasa bersalah tiap kali ingatan masa lalu itu datang. Entah kenapa Sumi, temannya sejak kecil itu harus mengalami penderitaan yang begitu berat.
Kini Sumi tak ubahnya seperti sebuah boneka. Pikirannya kosong dan lebih banyak melamun. Semua ini karena ingatannya terganggu. Dan jika Sumi tiba-tiba teringat dengan masa lalunya Ia pasti akan berteriak-teriak tidak karuan sambil melompat-lompat dan berlari kesana kemari. Terkadang Ia akan menjambak rambutnya sendiri. Ia baru berhenti ketika dua orang laki-laki berbaju putih datang dengan seorang wanita yang membawa suntikan. Sesaat kemudian Ia akan kembali tenang dan tertidur. Dalam tidurnya Sumi merasa damai, meskipun Ia masih sering bermimpi buruk. Menurut dokter yang merawatnya mimpi buruk itu adalah bagian dari masa lalunya. Sumi sepertinya benci hal itu. Ia ingin masa lalunya musnah. Terkadang Ia melampiaskannya dengan sedikit menggores lengan tangannya memakai silet yang Ia curi dari kantong seorang suster ketika menempelkan perban di keningnya beberapa hari yang lalu. Entahlah, Ia bahagia melakukan hal itu, karena dengan berbuat seperti itu Ia tidak akan ingat lagi dengan wajah-wajah dalam mimpi buruknya. Atau dengan cara membenturkan kepalanya ke dinding seperti waktu lalu.
            Yah memang satu-satunya orang yang paling rajin mengunjungi Sumi. Selain dirinya Sumi sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Saat Yah berkunjung, Ia akan menatap Sumi lekat-lekat dari luar. Terkadang Ia melemparkan senyum dan memberi Sumi sebuah permen. Sumi akan berlari girang seperti anak kecil setelah menerima permen itu. Dan beberapa saat kemudian Sumi akan asyik dengan dunianya. Setelah itu  Yah akan pergi meninggalkan Sumi sendirian. Ia akan duduk seraya memperhatikan Sumi dari kejauhan yang sedang bermain dengan ditemani seorang suster.
Sesaat Ia teringat dengan peristiwa yang membuat Sumi menjadi seperti sekarang ini. Sejak pernikahannya dengan Parmin, keluarga Barman menghilang dari desa. Sumi baru tahu bahwa yang menyebabkan Barman gila waktu itu adalah Lik Parmin alias suaminya sendiri yang meminta bantuan pada seorang dukun. Hal itu dilakukan karena semata-mata Parmin ingin memiliki Sumi seperti halnya ia menikahi semua perempuan yang ada di desanya. Sejak saat itu Sumi menderita luka batin yang cukup berat. Bukan karena Parmin banyak istri, tapi Parmin adalah sosok laki-laki yang kasar dan kejam. Setiap hari Sumi harus siap menerima pukulan dari suaminya itu. Peristiwa itu terdenganr oleh  simboknya yang sakit-sakitan. Selang satu bulan pernikahan Sumi, simboknya meninggal dunia. Sejak saat itu, Bapak Sumi yang terupukul dengan kepergian istrinya menjadi stress dan nekat gantung diri. Dan yang lebih menyakitkan lagi dua orang adik perempuan Sumi diperkosa oleh Parmin yang sedang mabuk pada suatu malam. Derita yang harus ditanggung Sumi memang begitu berat hingga ia nekat membunuh Parmin. Sumi memang sudah gila dan kegilaannya itu dikarenakan oleh apa yang telah dialaminya. Tak ada seorangpun yang berhak menyalahkannya. Dan sebagai seorang sahabat, ia berusaha bertindak cepat untuk melarikan Sumi ke rumah sakit jiwa setelah pihak kepolisian memvonis Sumi gila. Ia tidak ingin Sumi dipasung seperti halnya Barman waktu itu. Hanya itu yang bisa Ia perbuat untuk Sumi setelah sekian lama Ia berdiam diri menyaksikan apa yang dialami sahabatnya itu tanpa bisa berbuat apa-apa. Sesaat air mata Yah menetes. Sebuah bola menggelinding tepat di kakinya. Ia tersadar dari lamunan. Ia melihat Sumi tertunduk lesu seraya memainkan sebuah boneka usang. Yah bangkit dari duduknya dan mendekati Sumi. Sumi bersikap acuh tak acuh. Ia mengelus rambut Sumi seraya tersenyum kemudian melangkah pergi. Setelah wanita itu pergi tiba-tiba Sumi menoleh dan menatap kepergiannya.
“Terimakasih, Yah…..”ucap Sumi lirih.
Sumi terharu, ia mainkan lagi boneka usang itu sampai akhirnya seorang suster menuntunnya ke sebuah kamar berjeruji dengan cat dan seprei berwarna putih, tempat tinggalnya sekarang, entah sampai kapan……..
                                                                                                            Solo, 3 agustus 2004

Profil

sdii al abidin,guru sdii,alabidin,sastra indonesia
Nama : Indah Kurniawati
Alamat : Perum Graha Mitra Berseri Blok Q2 Sugih Waras,Wonorejo Karanganyar
TTL : Surakarta, 20 Maret 1982
Pekerjaan : Guru SD Islam Internasional Al Abidin Surakarta